Sunday 24 July 2016

ILALANG YANG HILANG



Puan,
Rupamu yang kian menawan
Enyah lenyap tak tereja
Bolehkah kusebut 'entah'

          Syair manifestasi dan jeritan malam yang hening kembali menyapa semesta. Dan, Phyta Rosella--gadisku-- yang memesona. Kemana dia ? lama tak kujumpai paras ayunya.
Terngiang jelas kencan pertama yang tak terduga.
          Sepulang sekolah, kami berjalan beriringan. Tak kumengerti kemana arah tujuan kami. Aku hanya mengikuti setapak demi setapak alunan kaki gadis itu. Langkahnya berhenti. Ia menatapku, lalu tersenyum padaku. Ah, senyuman yang meleburkan hasrat kedamaian.

"Sekarang tutup mata." pintanya padaku.
Dia memang gadis misterius. Dan itu yang membuatku jatuh cinta padanya.
Tanpa berucap lebih, kututup mataku. Kemudian dia menuntunku menaiki sebuah tangga.
"Sudah sampai, sekarang buka matanya." katanya padaku.

          Aku membuka mata perlahan. Berharap sebuah kejutan indah menyapa di ujung mata.
Angin berembus sepoi. Aku tertegun. Lensa raga terbelalak.
Tak kuduga kencan pertamaku begitu mesra dan istimewa.
Tempat yang penuh romansa dan cinta.

"Padang rumput ?" tanyaku heran.
Ia tersenyum. "Ini adalah tempat favoritku. Rumah pohon ini dibangun oleh Kakek. Dan ilalang-ilalang itu sengaja dibiarkan tumbuh untuk menambah keindahan." kata Phyta.
"Aku selalu suka ketika ilalang-ilalang itu berbunga, hijau,dan rimbun. Dan kamu, Lio. Kamu adalah laki-laki pertama selain Ayah dan Kakekku yang melihat tempat ini." lanjutnya.
Aku melihat rona bahagia diwajahnya. Ia begitu indah layaknya kumpulan ilalang itu.
"Bagus ya" kataku dengan senyum mengembang. Meski semua ini di luar ekspektasiku.

Lima tahun berlalu.
Kisah bahagia beberapa tahun silam tampaknya semakin memudar. Kami lost contact. Tak lagi ada kabar dan cerita cinta semenjak Phyta dan keluarganya pindah ke Ibu Kota.
Sesekali, kami saling bertukar surat untuk sekadar bertegur sapa dan melepas rindu.

          Dan surat pertama dari tiga tahun terakhir, akhirnya bertamu kepadaku. Dia, masih saja ingat alamat rumahku. Percayalah, cinta tahu kemana ia harus pulang.
Aku segera membuka bingkisan rindu itu.

Lelakon berjambang tanggung, tidakkah kepulan riwayat yang kusuguhkan membuatmu gelebah dan berdegup.
Sementara salam, masih saja merebah dan terkatup.

          Gadis itu masih saja memiliki sisi misteriusnya. Aku tersipu malu. Meski entah tak kutahu apa makna kalimat tersebut.
          Aku masuk ke dalam kamar. Niatku untuk segera membalas surat cinta dari sang cinta.
Belum sempat kugoreskan tinta dikertas putih itu, aku melihat ada sebuah kertas lain dalam amplop coklat. Sebuah Kertas berwarna hijau dengan latar belakang rerumputan semampai yang bertuliskan "UNDANGAN PERNIKAHAN"

Aku memejamkan mata sejenak. Berharap ini hanyalah sebuah mimpi.

Berikan aku setangkai ilalang. Dengannya, kan kujadikan ladang dan sepetak semak belukar.
Di situlah istana kita akan bersandar.

          Ilalang itu telah menemukan tempat yang lain. Sementara, aku hanyalah tanah tandus dan gersang yang berbatu.

No comments:

Post a Comment